/

Tujuan Hukum Islam (Fiqh), Maqasid al Syariah

Baca Juga

 

Tujuan Hukum Islam (Fiqh), Maqasid al Syariah

Secara etimologis, kata maqashid berasal dari kata maqshad yang berarti maksud atau tujuan.[1] Kata syariah sebagaimana telah disinggung di atas, yaitu sesuatu yang berasal dari pembuat syariat, Allah, baik dalam nash Al Qur’an maupun Hadis. Dengan demikian secara sederhana maqashid al syari’ah berarti maksud-maksud atau tujuan-tujuan disyariatkannya hukum Islam, fiqh.

Secara terminology maqasid al syari’ah dipahami secara variatif oleh para pakar hukum Islam. Ibnu Asyur memahaminya sebagai makna-makna dan hikmah-hikmah yang diperhatikan oleh syari’ (pembuat syariat) dalam semua hal tentang penetapan hukum atau sebagian besarnya yang tidak dikhususkan perhatiannya pada jenis hukum syara’ tertentu. Dalam hal ini termasuk sifat-sifat syariat dan tujuan umumnya serta makna-makna yang tidak luput dari perhatian tasyri’ (penetapan hukum), dan begitu juga makna-makna dari hukum yang tidak mendapatkan perhatian pada setiap macam hukum, tetapi hanya pada sebagian besarnya saja.[2]

Al farisi mendefinisikan maqasid al syari’ah sebagai tujuan syariat dan rahasia-rahasia yang ditetapkan oleh syari’ pada setiap hukum dari semua hukum syariat.[3] Sementara itu Zuhaili, mengartikan maqasih al syari’ah dengan: makna-makna dan tujuan-tujuan yang dimaksudkan syari’ pada semua hukum syariat dan rahasia-rahasia yang ditetapkan syari’ pada setiap hukum dari hukum-hukum syariat.[4]

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa maqasid al syari’ah merupakan keseluruhan makna, tujuan, rahasia, dan hikmah yang menyertai setiap hukum yang ditetapkan oleh syari’. Yakni Allah dan Rasulullah, baik sebaginnya maupun keseluruhannya.

Salah satu tokoh ahli ushul yang mengemukakan teori maqasid al syari’ah adalah Abu Ishaq al Syathibi. Menurutnya, hukum Islam memiliki tujuan mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat.[5] Al Syatibi menguraikan tentang tujuan hukum Islam secara Panjang lebar dalam bukunya al Muwafaqat yang sangat terkenal di kalangan ahli ushul fiqh.

Masih dalam pandangan Syatibi, menurutnya, semua kewajiban yang dibebankan (taklif) kepada manusia tiada lain adalah dalam rangka merealisasikan kemaslahatan manusia sendiri. Menurutnya, tidak ada satu pun hukum Allah yang tidak mempunyai tujuan. Hukum yang tidak memiliki tujuan disamakan dengan taklif bima la yuthaq atau membebankan sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan atau batal secara hukum.[6]

Penekanan maqasid al syari’ah yang dilakukan oleh Al Syatibi, secara umum, bertitik tolak dari kandungan ayat-ayat Al Qur’an yang menunjukkan bahwa hukum-hukum Tuhan mengandung kemaslahatan.[7] Di antara ayat-ayat Al Qur’an yang ditunjuk oleh Syatibi terkait teorinya itu adalah, QS An Nisa’ ayat 165, QS Al Anbiya’ ayat 107, QS Hud ayat 7, QS al-Dzariyat ayat 56. QS Al Mulk ayat 2 dan sebagainya.

 



[1] Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Munawwir, Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif,) h. 1124

[2] Al Badawi, Maqasid al Syari’ah Inda Ibn Taimiyah, (Urdun: Dar Al Nafais,2000) h.48

[3] Ibid,

[4] Wahbah Azzuhaili, op cit, h. 1017

[5] Abu Ishaq al syatibi, Al Muwafaqat, Cet I (Riyadh: Dar Ibn ‘Affan, 1997) h.48

[6] Ibid, 

[7] Ibid, h. 12-13


Related Posts

0 Response to "Tujuan Hukum Islam (Fiqh), Maqasid al Syariah"

Post a Comment