/ -->
بسم الله الرحمن الرحيم، الحمد لله رب العالمين، اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد

Dari Iblis, Qabil, Saudara-saudara Yusuf hingga Kita

"Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal, Al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum beriman." (QS Yusuf: 111).




Al-Qur'an dalam menyampaikan pesan Tuhan memiliki berbagai macam metode pendekatan, salah satunya adalah melalui kisah, ada kisah teladan dan kisah tercela. Begitu banyak ayat-ayat Al-Quran mengenai kisah, bahkan melampaui ayat-ayat tentang hukum.

Iblis, sebelumnya bernama Azazil (bahasa Suryani)  Al-Haris (bahasa Arab) adalah yang paling mulia diantara para malaikat, komandan dari para malaikat, paling rajin dan paling pintar di antara para malaikat, (وكان من أشد الملائكة واكثرهم  علما), (al-qurtubi:295), penyembah dan pengabdi Allah selama 700 ribu tahun, diamanahkan padanya kedudukan yang terhormat sebagai penjaga surga (وكان خازنامن خزان الجنة).  (Ibnu Katsir:277)

Qabil, manusia pertama yang terlahir dari rahim seorang perempuan yang pernah menetap dan merasakan kehidupan surga, Siti Hawa. Qabil anak sulung dari Nabi Adam As yang merupakan moyang dari umat manusia yang dipilih Allah sebagai pembawa dan penyampai risalah Nya. Demikian halnya dengan saudara-saudara Yusuf, dalam diri mereka mengalir darah keturunan manusia-manusia pilihan (المصطفى) yang memiliki kemuliaan, keluarga adiwangsa, mereka adalah anak-anak orang yang mulia, cucu orang mulia dan cicit orang yang juga mulia, Ya'qub ibn Ishak ibn Ibrahim. (QS Ali Imran: 33).



Namun, kehormatan dan kemuliaan yang terbangun dalam diri Iblis, Qabil juga saudara-saudara Yusuf tiba-tiba runtuh dan hancur, alih-alih untuk menjadi teladan bagi generasi berikutnya mereka malah menjadi jentaka.

Rasa dengki (hasad) inilah yang telah menghancurkan mereka.
Kedengkian dan kesombongan iblis terhadap Adam yang berakhir dengan murkanya Allah dikisahkan dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 34 kemudian kisahnya diulang lagi dengan lebih rinci dalam surah Al-A'raf ayat 11-13. Kedengkian Qabil terhadap Habil dapat disaksikan dalam surah Al-Maidah ayat 27-30, manakala Qabil melakukan tindakan maksiat, pembunuhan brutal terhadap Habil, saudaranya, orang yang paling berhak disayanginya, orang yang paling layak dilindunginya. Itu semua berawal atas dasar rasa dengki (hasad) yang tersemat dalam hatinya sehingga Allah menggolongkannya dalam golongan orang-orang yang merugi (خاسرون).

Dialog rencana busuk saudara-saudara Yusuf terhadap Nabi Yusuf dinarasikan dalam Al-Qur'an surah Yusuf ayat 8-10 yang kemudian berujung pada perbuatan mungkar, zalim, keji lagi menjijikkan terhadap saudara kandung mereka sendiri, Yusuf. Atas dalih yang sama, luapan rasa dengki yang terpatri dalam hati mereka.

Demikianlah, seketika harkat dan martabat mereka ludes dimakan sifat dengki tersebut. Hal ini sejalan dengan sebuah hadis yang dikutip oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya'nya, yang diriwayatkan oleh Abu Daud: Rasulullah mengatakan: "dengki itu memakan (menghancurkan) kebaikan, sebagaimana api memakan (menghancurkan) kayu bakar." (2005:1085).

Sehingga tidak mengherankan dalam kitab Tanbih al-Gofilin termaktub pendapat sebagian ulama, mengatakan: "sifat dengki adalah dosa pertama yang menjadi penyebab maksiat kepada Allah di langit, dan dosa pertama yang menyebabkan maksiat di bumi. Maksiat yang di langit adalah dengkinya iblis terhadap Adam, sedangkan di bumi adalah dengkinya Qabil terhadap Habil." (Al-Samarqondi: 134).

Dari kisah-kisah mereka, kita belajar betapa bahayanya sifat dengki, dapat mendorong manusia melakukan tindakan-tindakan kriminal. Dengki sendiri berarti mengharapkan hilangnya nikmat dari orang lain dan berpindah kepadanya. (Al-Fauzan: 92) seyogianya sifat yang perlu ditabur dalam diri kita adalah sifat lapang dada kebalikan dari sifat dengki.

Kita mesti bercermin pada kelapangan dada Nabi Ibrahim sebagaimana Allah menyanjungnya dalam surah Al-Shaffat ayat 83-84, kita patut bercermin pada kaum Anshar yang menyabet pujian dari Allah (QS Al-Hasyr: 9) lantaran mereka tidak menaruh kedengkian terhadap kaum Muhajirin. (Ibnu Katsir: 68)

Imam Al-Ghazali, menuturkan sebuah kisah yang dinukil dari hadis riwayat Anas bin Malik, dia berkata: "ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah, seketika Nabi berseru "akan datang penghuni surga". Lalu muncul seorang laki-laki dari kaum Anshar, air wudhu menetes dari janggutnya, dia menenteng sendalnya dengan tangan kirinya. Kemudian Keesokan harinya lagi, pada situasi yang sama, Nabi kembali berseru, "Akan datang penghuni surga" dan laki-laki yang kemarin itu pun muncul, di hari ketiga Rasulullah juga berseru demikian. Lalu laki-laki itu muncul kembali. Ketika Rasulullah pergi, Abdullah bin Amr bin 'Ash membuntuti laki-laki yang digelar "penghuni surga" itu oleh Nabi itu, sampai di depan rumahnya, Abdullah berkata pada laki-laki tersebut "Aku sedang bertengkar dengan ayahku, aku bersumpah tidak akan menemuinya selama tiga hari, bolehkah aku menginap di rumahmu barang satu atau dua hari?". "Boleh, silahkan" jawab sang laki-laki. Setelah tiga hari Abdullah akhirnya berterus terang. "Sebenarnya aku berbohong. Aku tidak sedang bertengkar dengan ayahku. Aku menginap di rumahmu karena ingin tahu, amalan apa yang menyebabkan Nabi menyebutmu "penghuni surga". Tapi aku perhatikan, amalan-amalanmu tidak jauh berbeda dengan yang kuamalkan. Jadi aku tak mengerti maksud Nabi". Laki-laki itu menjawab, "Ya, memang seperti yang engkau lihat itulah amal ibadahku." Kemudian Abdullah terus membujuknya, lalu sang laki-laki itu pun menjawab, "tidak lain, tak pernah terbersit sedikit pun rasa dengki di hatiku." Lalu Abdullah berkata, "inilah yang membuat engkau memperoleh hal itu, dan inilah yang paling sulit dilakukan." (2005:1085)

Lalu, bagaimana dengan kita hari ini?

Apakah kita akan terus memendam rasa dengki dalam hati?  Mendengki teman yang lebih pandai, mendengki tetangga yang lebih berada, mendengki yang lain yang lebih rupawan, lebih sukses atau yang lebih-lebih lainnya. kita biarkan rasa dengki yang sudah berumur ribuan tahun, yang sudah melintasi ribuan generasi mulai dari iblis, Qabil, saudara-saudara Yusuf hingga menyusup lalu bertengger di hati kita.

Apakah kita akan menjadi iblis, Qabil dan saudara-saudara Yusuf selanjutnya?
Atau kita akan memilih menjadi Ibrahim, Kaum Anshar dan pemuda Anshar berikutnya?

Tepuk dada, tanya hati...

Mengakhiri tulisan ini saya akan mengutip sebuah doa yang diabadikan Allah dalam Al-Qur'an.

"Ya Tuhan kami! Ampunilah kami dan saudara-saudara kami. Janganlah engkau membiarkan kedengkian kepada orang-orang beriman di hati kami. Ya Tuhan kami! Engkau Maha Penyantun dan Maha Penyayang." (QS Al-Hasyr: 10)

4 Responses to "Dari Iblis, Qabil, Saudara-saudara Yusuf hingga Kita"

  1. semoga Allah selalu memberikan hidayah dan istiqomah dlam memeluk ajaran agama islam..Aamiin
    Syukron jazakallah ustad adi

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Nasehat yg begitu luar biasa.
    Dengn penjelasn yg sangat jelas.
    Sya bersyukur dapat membaca tulisn ini. Semoga semakin bnyk pembaca nya. Dan semoga semakin banyak orang yg sadar. Dan merubah diri untuk lebih baik. Amiin..

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel