Apa Itu Hadis, Sunnah, dan Atsar?
Hadis, Sunnah, dan Atsar
Di dalam mengarungi kehidupan ini,
manusia, menurut Manna’ Al Qathhan, membutuhkan berbagai macam pengetahuan. Dan
segala pengetahuan itu berasal dari dua sumber, yaitu naqli dan aqli.
Dari naqlilah sebagian besar pengetahuan, khususnya pengetahuan
agama diperoleh oleh manusia. Dalam Islam, Alquran dan Hadis dipandang sebagai sumber naqli yang paling otoritatif.[1]
Sumber naqli yang disebutkan
terakhir yaitu hadits dan istilah lain yang mengitarinya seperti sunnah dan
atsar akan diurai dalam tulisan serba singkat ini. Hadist secara etimologi memiliki
berbagai arti, di antaranya: al jadid, “yang baru”, sinonim dari alqadim
“yang lama”.[2]
Alhadits, “yang dibicarakan atau yang dikutip”.[3] Al
Thariq “jalan”, yaitu, al tariqal maslukah, “jalan yang ditempuh.[4]” Sunnah
secara bahasa berarti assirah “prilaku”, prilaku baik maupun buruk.[5]
Sementara Atsar dalam bahasa diartikan sebagai baqiyyatul assyaii, “sisa”.[6]
Serupa dengan makna etimologi, arti
Hadits juga dalam terminologi memiliki ta’rif yang tidak tunggal. Para muhadditsun
(ulama hadits) dan ushuliyyun (ulama ushul fikih) mendefinisikan
Hadits secara berbeda. Sebagai berikut:
Muhadditsun : Apa yang disandarkan kepada Nabi saw, baik berupa ucapan,
perbuatan, konfirmasi Nabi, karakter, baik secara fisik (seperti tubuh, rambut
dan sebagainya) maupun fisikis dan akhlak keseharian beliau, baik sebelum
maupun sesudah terutus sebagai Nabi.[7]
Para ahli Hadist juga memaknai sunnah sama dengan makna terminologi
Hadist ini.[8]
Ushuliyyun : Ucapan, perbuatan dan konfirmasi
yang disandarkan kepada Nabi setelah terutus sebagai Nabi. Adapun
ucapan, perbuatan atau pun tindakan yang dilakukan beliau sebelum kenabian
tidaklah dianggap sebagai Hadits.[9]
Sedangkan sunnah menurut kelompok ini: Segala sesuatu yang bersumber
dari Nabi selain Alquran, baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan
yang memang layak dijadikan sebagai dalil bagi hukum syara’.[10]
Sementara Atsar menurut
istilah juga memiliki pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang
disiplin ilmu yang digeluti masing-masing para ahli, di antaranya: pertama, jumhur
ulama memandangnya dengan sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw, sahabat
dan tabiin. Kedua, ulama Khurasan, sesuatu yang disandarkan kepada
sahabat saja. Ketiga, ahli Hadits mengatakan atsar adalah sesuatu yang
disandarkan kepada sahabat dan tabiin baik perbuatan maupun ucapan.[11]
Di samping itu, Hadits terbagi ke
dalam dua macam, ada yang disebut dengan hadis nabawi sebagaimana yang
sudah dipaparkan di muka. Dan ada pula yang dinamai dengan hadis qudsi.
Qudsi sendiri, secara lughawi, berarti suci. Sebuah penisbatan yang
menunjukkan pengagungan dan pemuliaan kepada dzat yang Maha Suci, Allah Swt.[1]
Sedangkan secara istilah Hadist qudsi
bermakna dengan apa yang disandarkan oleh nabi dari ucapan-ucapan beliau kepada
Allah. Redaksi hadits ini biasanya diawali dengan “Seperti yang diriwayatkan
dari Allah”, atau “Seperti yang diriwayatkan dari Allah, bahwasanya Allah
berfirman”.[2]
Hadist qudsi tidak sama
dengan Alquran. Alquran itu lafadz dan maknanya dari Allah, Hadis qudsi maknanya
dari Allah dan redaksinya dari Nabi. Membaca Alquran termasuk ibadah dan
mendapat pahala, Hadist qudsi sebaliknya. Dan Hadis qudsi ini
jumlahnya pun amat terbatas.[3]
[1] Manna’ Al Qathhan, Mabahits fi Ulum al Hadist, (Al Qahirah:
Maktabah Wahbah, tt), h. 5
[2] Dijadikan qadim sebagai sinonim hadist dengan tujuan:
qadim sebagai kitab Allah dan Hadis sebagai yang disandarkan kepada
nabi. Pernyataan tersebut seolah-olah dimaksud sebagai bandingan terhadap Quran
yang qadim. Lihat Burhan Jamaluddin dan Muhammad Ma’shum, Ulumul
Hadits, (Jombang: Darul Hikmah, 2008) h. 12
[3] Manna’ Al Qaththan, opcit, h. 7
[4] Burhan Jamaluddin dan Muhammad Ma’shum, opcit. h. 13
[5] Muhammad ‘Ajjaj Al Khatib, Ushul al Hadits, Ulumuhu wa
Musthalahuhu, (tt: Dar Alfikr, 1427 H), h. 13
[6] Burhan Jamaluddin dan Muhammad Ma’shum, opcit. h. 23
[7] Manna’ Al Qaththan, loccit.
[8] Muhammad ‘Ajjaj Al Khatib, opcit, h. 19
[9] Manna’ Al Qaththan, loccit.
[10] Muhammad ‘Ajjaj Al Khatib, loccit.
[11] Burhan Jamaluddin dan Muhammad Ma’shum, opcit. h. 22
0 Response to "Apa Itu Hadis, Sunnah, dan Atsar?"
Post a Comment